WELCOME.....WELCOME....!!! #injekkeset, sista and brada sekarang anda berada dalam zona aman milik ANGGI, Jangan sungkan-sungkan anggap saja rumah sendiri *nah loh. dan JANGAN LUPA BERKUNJUNG KEMBALI..^^v

Selasa, 19 Juni 2012

Takdir Sepenggal garis urat leher


Is the moment where i look you in the eye?
Forgive my broken promise that yau’ll never see me cry
And everything, it will surely change even if tell you I won’t go away today
Will you think that you’re all alone
When no one’s there to hold your hand?
And all you know seems so far away
And everyting is temporary rest your head
I’am permanent……
(David Cook, Permanent)



Takdir dan nasib  bisa tampak berantakan,
misterius, fantastis, dan sporadis, namun setiap elemennya adalah subsistem…

”Kisah seorang gadis biasa, pada hari yang ia anggap tidak biasa........”

 Biasanya kepulangannya ke rumah terjadwal 2 minggu sekali, fenomena ini adalah lazim kenapa? karena ia adalah anak desa yang berusaha memeluk masa depan gemilang lewat tautan pendidikan kesarjanaan di ibu kota propinsi.  Uniknya universitas yang menaunginya ini kebanyakan mahasiswanya sibuk pulang kampung seminggu sekali (dan sebut saja namanya) Anggi termasuk diantaranya. kadang aku menertawakan fenomena ini yang notabene mahasiswa SEHARUSNYA sibuk mencari ilmu di bangku kuliah maupun di luar (jam kuliah) kenyataanya setiap akhir minggu  waktu mereka (aku termasuk di dalamnya) digunakan untuk ”netek” ke orang tuanya masing-masing. Tapi anehnya aku tak keberatan melakoninya cenderung menikmatinya malah.

Dosen Kewarganegaraan waktu aku di tingkat II pernah berkata : ” Mahasiswa kita kebanyakan adalah tipe mahasiswa bandul jam.” maksudnya adalah mahasiswa yang kegiatannya hanya berlangsung di tiga tempat yaitu kost, kampus, dan mall dan itu adalah rutinitas rutin. kesimpualannya aku adalah mahasiswa yang biasa-biasa saja. Mari kita lanjutkan ceritanya
...........
Namum, tak seperti biasanya perasaan menggebu-gebu untuk pulang berjumpa dengan orangtua dan menilik rumah masa kecil itu diliputi keengganan dan kebimbangan. Seakan telah mendapatkan feeling tapi entahlah.

 Di sore itu hari jum’at tepatnya tertanggal pertengahan April 2010 (kiranya sedikit lupa berapa tanggal pastinya)  Indonesia masih dirundung musim penghujan khususnya salah satu sudut kota Semarang : Ungaran. Dan di sudut lain kota itu, Anggi pulang dengan kendaraan kesayangannya sepeda motor SHOGUN 110 cc berwarna merah-hitam. Sebenarnya lebih tepatnya itu bukan kendaraan kesayangannya. Knalpotnya sudah bocor membuat suaranya pecah- besar, rem berdecit keras ketika mengelus aspal, dan tak bisa ngebut.

Ia pernah berkata kepadaku : ”Aku benci motorku, serasa inginku buang saja andai itu bisa. Tp ini ku dapat dari jerih payah orang tuaku memeras keringat. Sungguh ku tak tega jadinya”. Begitu katanya.
Cuaca kala itu sungguh tak bersahabat. Mendung menggelanyut seperti ingin memuntahkan berjuta air untuk menyucikan bumi yang semakin busuk saja. Tapi ia nekat menerobos hujan di lampu merah itu. ”Ini jadwalku untuk pulang, sudah dua minggu. Ibu pasti sudah kangen.” Gumamnya. Begitu banyak kendaraan, begitu banyak orang dalam benaknya ingin secepatnya tiba dirumah, begitu banyak angan- angan masa depan di langit hujan kota itu. Begitu banyak Semrawut tumpah ruah di jalan itu.

Merasa senasib dengan pengendara lain pasti dirasakan oleh banyak pengendara di jalanan basah itu, tak terkecuali Anggi. Sama-sama memiliki tujuan yang sama yaitu ingin cepat sampai di tempat yang diinginkan, suatu tempat yang lebih hangat dan nyaman : entah itu tempat kerja ataupun rumah. Berkumpul dengan orang-orang yang dicintai. Tapi apakah pernah terbesit di benak mereka bahwa ada sesuatu yang mengintai mereka setiap saat. Di tiap-tiap pojok tikungan, tiap tanjakan, turunan, bahkan jalan lengang nan lurus sekalipun. Sesuatu yang jahat. Pernahkah para pengendara itu berpikir bagaimana seandainya mereka tak kan pernah sampai ke tempat tujuan mereka, tak pernah lagi merasakan hangatnya dekapan orang tua, gelanyutan tangan mungil seorang anak, dan sambutan hangat seorang istri/ suami, dan hal- hal yang sungguh ia cintai di dunia ini?. Di sudut jalan itu maut mengintai dengan sorotan mata yang tajam dan cengkeram kuat sayapnya bagi siapa saja yang ceroboh dan lalai.
......
para pengendara lain melesat cepat pada jalanan licin itu, terburu-buru. normalnya mengendara pada lintasan antar kota adalah 100 km/jam. Namun, itu tak berkalu bagi kamus shogun 110 cc milik Anggi. 60-80 km/ jam adalah ambang batas maksimal. Jika melebihi itu, si merah hitam merengek dengan bergetar hebat dan terengah sambil terbatuk-batuk jika menaiki tanjakan. Ia  sudah paham betul harus sabar meniti, kelokan demi kelokan, tanjakan hingga turunan yang terjal. didahului oleh pengendara lain, itu sudah biasa. Hatinya sudah lebih ikhlas jika tertinggal.

Hari jum’at adalah hari dimana para perantau untuk pulang. Para bujang dan gadis pulang ke rumah orang tuanya. Sekedar melepas kangen dan mengusir himpitan hidup mungkin. Di jalan raya Ungaran – Ambarawa- Bulu long march itu terbentuk oleh para perantau baik pekerja maupun mahasiswa. Kebanyakan para bujang. Anggi si gadis terselip di antaranya.

Jalan yang lebar dimana kendaraan kecil roda dua bertarung dengan kendaraan tinggi besar nan panjang sudah terlewati. Sedikit macet mendekati pasar. Menuju jalan yang ukurannya lebih kecil setelah melewati terminal di depan kira-kira 5 meter. Long march para perantau mulai terpecah. Saling kebut. Tersisalah Anggi dan seseorang dibelakangnya.

Hanya ada dua tipe orang di dunia. Wanita dan laki-laki. Seseorang  di belakangnya adalah laki-laki. Tinggi sedikit melebihi rata-rata, berat rata-rata, tampang rata- rata (mungkin karena tertutup helm), ukuran sepatu, sedikit melebihi rata- rata. Celana hitam panjang, mantel hujan biru tua, dan sepatu kulit mengkilat. Kesimpulannya ia adalah seorang laki-laki biasa yang agak rapi menurut mata umum. Tapi tidak bagi Anggi, orang itu seperti telah dikenalnya lama dan ada perasaan yang membuncah untuk menerjemahkan perasaan apa itu, tapi gagal. Kenapa takdir mempertemukan mereka berdua di hari itu?

Pria itu masih setia menemani perjalannya. Kelokan demi tikungan tlah dilewati. Beberapa menit berselang posisi berubah. Si laki-laki di depan kemudian disusul si gadis. Selang jarak tak begitu jauh namun tetap terjaga Sedikit berjalan beriringan. Pria itu membukakan jalan untuk untuk menyalip mobil atau truk di depannya.
Waktu berselang. Mulanya pria itu begitu tenang berkendara, tapi mungkin karena dikejar waktu ia sedikit jauh meninggalkan Anggi. Hanya terlihat punggung dengan mantel biru tua berkelebat tertiup angin. Anggi sekarang sendirian di jalan sehabis hujan itu.

” Ah, pelan-pelan saja jalanan licin. Nyantai lah.” gumam Anggi. Laju motor menunjuk angka 70 km/jam. Stabil. Terdengar gumaman membentuk nada tak beraturan, rupanya Anggi sedang bernyayi di jalan menurun itu. rupanya untuk mengusir bosan berkendara yang tak kunjung sampai ke tujuan. Kini Di kiri-kanannya telah terbentang  hutan cacau milik PTPN IX. Motor terus melaju, jalan menurun itu hampir habis. Terus ke utara tiba di tanjakan dengan sedikit terenggah-engah. Ah rupanya pria itu terlihat juga, walaupun hanya punggungnya saja. Rupanya sedikit macet, tertahan mobil yang tersendat oleh dua truk besar full muatan di depannya lagi sedang tergopoh- gopoh merambat naik tanjakan. Pria itu menyalip lincah dan untuk kesekian kalinya Anggi jauh tertinggal di belakang tak bisa mengejar. ”Alon-alon asal tekan” menjadi moto Anggi entah sejak kapan.
                                                                ...........       
Perjalanan sedikit tersendat, terjadi kemacetan di depan sana. Ada apa gerangan?. Tiba di coffe banaran pertanyaanya terjawab sudah. Anggi melihat kerumunan banyak orang di sebrang jalan. Ia menduga itu hanya satu lagi tabrakan kecil dan ada satu lagi orang yang mengeluh punggungnya sakit.Ia meluncur pelan-pelan dengan perasaan di aduk perpaduan memabukkan antara adrenalin dan semangat yang mengalir di urat nadi karena rasa ingin tahu.

”Terjadi kecelakaan tabrak lari kata bapak-bapak di sebrang jalan. ”Baru saja terjadi, mungkin 2 menit yang lalu” teriak bapak itu menjawab raut wajah penasaran pengemudi mobil di depan. Anggi dengan shogunnya berjalan pelan-pelan di ikuti pengendara lain karena tertahan dua mobil yang melambatkan lajunya.

Jalanan lengang, langit kelabu, udara begitu dingin, seolah alam ikut berduka menjadi saksi mata bahwa ada satu lagi yang hilang dari naungannya. Raut wajah prihatin, seolah waktu berhenti berjalan untuk sekian detik tanda berduka.

Tergeletak sesosok tubuh di tengah jalan. Sedangkan penabraknya terbirit lari. Darah segar membasahi jalan yang sudah basah oleh air hujan. Motor terpental ke sebrang jalan, kaca pecah, mobil, motor berhenti sejenak untuk melihat, kerumunan orang di sebrang jalan, bapak-bapak membawa payung yang akan menutupi sosok tadi dengan daun pisang. Siapa sosok tersebut? Perjalanan pulang sore itu, adalah perjalanan terlama yang pernah anggi rasakan. Ia tertegun. Termangu sepersekian detik. Shock. Berbagai macam perasaan kacau balau dan menyiksa benak Anggi. Ia ingin menangis dan muntah.
 
”Apa yang Engkau diamkan Tuhan?,
Apa yang Engkau hadiahkan Tuhanku?.
Bisakah ku memaknainya?.”
”Tubuh kaku itu, mantel biru tua itu, helm yang kini kacanya pecah itu, celana itu, sepatu itu,. adalah pria yang tak kukenal tapi aku pernah merasa kenal
” Dan wajahnya? Kenapa menyiratkan ketenangan yang tertahan.”          
                       
Serpihan-serpihan, tapak dan nama tertinggal. Orang itu akan menghanyut jauh sedang ruh jiwanya terbang melayang ke balik awan dan tak kan pernah benar-benar terjaga. Sayap-sayap kematian telah merengkuhnya dan kini menjadi rahasia alam yang tersembunyi di dasar bumi.

Pria itu meninggal dengan ketengan tertahan yang tersirat di wajahnya, pria itu meninggal dengan luka parah di kepalanya, pria itu meninggal  tepat di sebelah kanannya adalah masjid. Pria itu meninggal hari jum’at. pria itu meninggal dengan aura damai seolah ia telah ikhlas menyelesaikan tugas hidup yang  di amanatkan Tuhan padanya hanya dalam seperempat umur yang ditempuh  manusia biasa. lalu bagaimana dengan keluarganya yang menunggu kedatangannya di rumah, yang tak kan pernah benar-benar pulang ke rumah, bagaimana perasaan ayahnya, ibunya, istrinya, anaknya, mertuanya, atau pacarnya bahkan teman-teman baiknya. Yang menjadi pertanyaan, apakah itu terasa sakit?.

”Tuhan, kekudusan-Mu telah meliputi semua makna.”
“Apakah aku bisa membaca, pertanda apa ini?.”

Mungkin ia orang baik, mungkin Tuhan terlalu sayang padanya dan telah lama merindukan miliknya kembali karena misi di dunia telah ia tunaikan dengan baik. Dan kenapa bukan Anggi, rekan perjalanan yang tidak ia kenal, padahal hanya berselang 120 detik saja anggi terbebas dari mulut kematian? Tuhan pasti punya jawabanya yang paling sempurna. Dan pria itu adalah orang terpilih.

Maut bisa datang kapan saja, di mana saja, di tempat yang tak terduga, dan untuk siapa saja. Ia tak mempertimbangkan orang itu baik hati, jahat, tukang mabuk, kaya, miskin, laki-laki, perempuan, tua renta, ataupun pemuda tanggung serta anak-anak. Bahkan ketika kita sedang berhati-hati sekalipun. Kadang orang yang ingin mati malah terselamatkan sedangkan yang tak ingin malah kejadian.
.......
Kini telah tiga bulan berlalu sejak kematian pria asing yang dijumpai Anggi pada perjalanan pulang ke rumah. Pria asing itu bukan saja masih hidup dalam kenangan keluarga dan teman-temannya, ia juga masih hidup dalam hati dan kehidupan Anggi. Pria itu memberikan contoh pada kita semua. Kita tak kan pernah tahu berapa banyak waktu yang akan kita miliki untuk menjalani hidup. Dari pelajaran ini kita harus berjuang membawa perubahan dan buat keputusan yang benar dalam hidup dan selalu berusaha menyeimbangkan urusan dunia dan akherat.

jika hidup ini seumpama rel kereta api dalam ekperimen relativitas Einstein, maka pengalaman-demi pengalaman yang menggempur kita dari waktu ke waktu adalah cahaya yang melesat-lesat di dalam gerbong di atas rel itu. Relatifitasnya berupa seberapa banyak kita mengambil pelajaran dari pengalaman yang melesat-lesat itu.


NB: repost ^^

8 komentar:

  1. Panjaaaaang anggiiiiii =D

    motor itu masih ada kah?
    makanya sering denger kata orang tua jangan ngebut-ngebut di jalan inget ada orang yang nungguin kamu sampai di rumah. ya hikmahnya untung anggi disitu tertinggal jauh meskipun harus di bayar dengan melihat kecelakaan itu. tapi kalau saja sejajar jalannya mungkin ceritanya akan lain. takdir memang berjalan dan tidak bisa di tebak.. ini kisah nyata kah? anggi disini bener-bener kamu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. panjang dan lebar #eh

      iya masih dan sekarang masih setia nemenin aku namanya utut (baca : butut) he...he...

      iya itu kisah nyata waktu aku kuliah semester akhir. gr2 kejadian itu aku nggak berani bawa motor jarak jauh selama 5 bulan #emalah curcol. emang bnr takdir itu misterius dan fantastis yah
      so kita hrs selalu hati2 ea kaka ^^

      Hapus
    2. poto dong si ututnya pengen tau penampakannya kaya apa hohoo..
      ea adek =P

      Hapus
    3. wadow, katanyasi utut malu klo difoto..:))

      Hapus
  2. setuju uy!! sebuah pengalaman adalah sebuah pembelajaran.. sedih, senang, bahagia, sengsara, bahkan tragis sekalipun.. pasti ada hikmah yang bisa diambil.

    BalasHapus
  3. Bersyukur lebih dari apapun senikmatnya apa yg ada didunia ini ya sist . .

    Motor..alhamdulillah setidaknya udah punya. .
    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya sist ^^
      setidaknya dengan bersyukur kita bisa menikmati esensi hidup (bahasanya ceileh)

      Hapus

monggo dipun komen ceman-ceman..... komen kalian akan selalu terngiang-ngiang di blog ini *ya iyalah

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...