sketsa

foto diambil di sini

Tak ada lagi kata-kata

Maka kutulis debu dalam kabut…..

menjadi sketsa

Kawan, Aku tumbuh jauh dari masjid

Kawan perlu ku tegaskan :Aku besar kurang dekat dengan surau

Tapi, Aku tumbuh bersama pendar-pendar bangkai besi

dan patahan-patahan tulang

kami dibesarkan oleh pertarungan-pertarungan yang terus berkecamuk dalam impian kami.

Kami bergerak dengan putaran-putaran pasar tumpah dan pabrik bau apak 
yang telah lama ditinggalkan

Maka masih saja kutulis juga debu dalam kabut

Aku terus bergerak dalam bayang-bayang yang tak aku kenali

Samua jalan hanya mengajari sentuhan-sentuhan yang tak aku sadari

Menyempit, pagar melebar, dan jembatan meninggi

lalu kami putuskan menciptakan persinggahan-persinggahan

Kawan akhirnya aku mendengar kabar

Dari (orang biasa menyebutnya) kyai berjenggot kambing

Bahwa ada yang menyuruh kami untuk membaca

Ya, membaca desas-desusnya adalah firman yang pertama ia kumandangkan

Maka, aku mengingat-ingat namanya

Nama yang begitu asing sebelumnya, nama yang paling bagus,

Susunan huruf yang paling indah, ungkapan yang paling tulus

Dan kata yang sangat berharga :

Alah, Alah azza ja jalla

Kawan, aku terkesima oleh penuturan bahwa

Ketika laut bergemuruh, ombak menggulung, dan angin bertiup kencang menerjang, semua penumpang kapal akan panic dan menyeru “ya Allah”

Ketika pintu-pintu permintaan telah tertutup, dan tabir-tabir permohonan telah digeraikan orang-orang mendesah “ya Allah”

Ketika semua cara tak mampu menyelesaikan, setiap jalan terasa menyempit,harapan terputus, dan semua jalan pintas membuntu, mereka pun menyeru “ya Allah”

Lambat-laun kami bisa membaca kawan,

Akhirnya kami bangun juga jembatan dan trotoar

Dalam dinding do’a-do’a. Dan ketika persinggahan itu selesai dibangun, kami tahu dimana

Tubuh dan hati kami berada :

Dalam dekapan Allah

(Pemilik segala keagungan, kemuliaan, kekuatan, perhatian,kasih sayang, pertolongan, dan hikmah)

Anggie