*fade out
(wanita separuh baya)
Agustus 2010tidak ada yang istimewa pada rumah bergaya art deco itu jika dilihat dari luar, sama dengan rumah-rumah lainnya. hanya saja terdapat tralis dengan warna coklat tanah yang memagari dari lingkungan sekitar, warna kuning gading temboknya membuat efek cerah, ada sisa pohon jambu air yang ditebang di sisi sebelah kirinya, tak ada tanaman hijau karena semua pekarangannya telah ditutup dengan semen. sepi di luar. tiba-tiba sesosok gadis berhijab memakai jeans belel kemaja kotak-kotak mengetuk pintu rumah itu. sepertinya dia tidak tahu sebenarnya jika ia lebih menengok ke atas, ada tombol bel bercokol di sana.
"oalah ada tamu ternyata mbak Nari to, kirain siapa" seorang perempuan paruh baya membukakan pintu. "ayo sini masuk, ada apa ini kok tumben-tumbenan. Rian nggak di rumah lho" wanita itu sedikit menggodanya.
"Iya, saya kesini mau ketemu sama ibu kok, mau ngasih ini" sekotak kardus makanan diserahkan. " tadi iseng-iseng coba buat roti tapi nggak tahu rasanya he....he...he.."
dengan bahasa Indonesia yang masih menyertakan dialeg jogjakarta yang kental wanita itu menjawab dengan sedikit tersanjung karena perhatian kecil yang tak terduga " lho kok malah repot-repot to nduk. baik, ibu terima ya maturnuwun"
sedikit berbasa- basi dan kelihatan akrab jika orang lain yang tidak tahu melihatnya. tidak beberapa lama gadis berkerudung itupun pamit untuk segera pulang. seraut wajah canggung untuk berlama-lama tinggal di rumah itu sudah tampak jelas dibanding pertama kali kedatangannya.
....
anak yang baik, semoga tetap baik
september 2010
"bu, kalo aku nggak jadi aja gimana" anak laki-lakinya tiba-tiba membuka percakapan. " aku belum sreg aja bu. ini kan masalah yang nggak sepele ini kan menyangkut masa depanku sendiri". entah apa yang ada dipikiran pemuda itu, ia baru saja pulang dari luar kota, tempat kerjanya yang sudah 1,5 tahun ini. mungkin karena lelah jadi dia berpikiran begitu.
"apa kamu berpikir dulu sama apa yang kamu omongin barusan. bukannya dulu kamu yang ambil pilihan. ibu cuma menuruti kemauanmu saja lho le. tapi, kalo gagal apa ibu nggak dimusuhi sama orang sebelah itu?" perempuan setengah baya itu menasehati.
03.01 WIB dini hari
aku cuma menyarankan apa yang kamu lihat dipermukaan belum tentu baik di dalamnya, tak selamanya jeruk mandarin lebih menggiurkan daripada jeruk purut. kali ini aku lebih memilih jeruk purut. jangan sekali-kali kau sesali apa yang telah kau restui
(gadis berkerudung)
oktober 2010
“terimakasih” bisikku. Aku tidak mempunyai bayangnan apa
yang telah Engkau lakukan padaku. Tetapi aku merasakan kebahagiaan ini berasal
dari-Mu. Aku tidak melakukan apapun yang baru atau yang berbeda. Jadi aku tahu
kebahagiaan itu bukan datang dariku. Siapa lagi kalau bukan dari-Mu.
Aku tetap duduk di keheningan dan kesendirian. Merasa puas
dan bahagia. Kemudian aku berbicara lagi kepada-Mu . “aku menyerah pada
ketidaktahuan. Aku menyerah kepadamu karena Engkaulah yang berkuasa. Aku
menyerah pada hidupku sebagai ungkapan kehendak-Mu bukan kehendakku dan aku
berterimakasih untuk perasaan ini, atas perubahan ini atau tranformasi ini atau
entah apalah itu”
Apakah ini yang dinamakan kebahagiaan batin.
....
(wanita separuh baya)
kesibukan di depan teras rumah gaya art deco itu tidak biasa. tiga pemuda tanggung sedang sibuk mereka-reka memasang tiang tenda dengan draperi kombinasi warna gold dan marun, sangat elegan. disebelah kanan agak ke belakang tergambar keceriaan segerombolan ibu-ibu yang sedang heboh berbincang-bincang. bincang-bincang adalah pekerjaan pokoknya sedangkan memasak adalah kegiatan sampingannya. khas ibu-ibu jika sedang berkumpul. hari itu adalah hari besar, hajatan besar.
(anak laki-laki)
cita-cita ku adalah punya istri yang cantik. nggak seperti ibu, istriku nanti aku suruh dandan aja. nggak seperti ibu yang nggak bisa merawat badan sendiri. biar kalo dibawa kemana-mana nggak malu-maluin.
*fade in
seorang ibu berperawakan tinggi besar, menggunakan daster kaos warna merah darah, hijabnya hitam menutup dada menjuntai tertiup angin. tergopoh menghampiri kami (aku dan ibuku) yang sedang berbincang di sebrang jalan. wanita itu tidak asing lagi bagi kami, sudah begitu dekat.
ibuku menunjukkan seraut wajah bingung. terlebih aku yang dalam posisi tidak tahu apa-apa. perlahan- lahan kami menangkap apa yang dikeluhkan wanita itu barusan "aku telah memanjangkan ususku, tapi ada batasnya semua ada batasnya !."
"aku tak mengira sebelumnya, awalnya dia baik. baik sekali malah. andai aku mengindahkan mimpi yang pernah terjadi waktu itu. waktu itu seorang laki-laki tua berjubah putih menatap tajam kemudian berkata " tak selamanya jeruk mandarin lebih menggiurkan daripada jeruk purut." tapi apa yang aku lakukan waktu itu. tak ada. bukankah itu pertanda? ah, bodohnya aku." Ujarnya melanjutkan
kemudian aku mengambil sikap " ah masa' seperti itu, bukannya orangnya baik. yang aku tahu memang pandangannya terhadap orang lain sedikit meremehkan. tapi, cuma sekedar itu. aku nggak tahu kalo sebenarnya dia orang yang seperti itu. gini ya ibaratnya semalas-malasnya aku bertamu atau ikut orang lain (karena aku pernah ikut tanteku waktu kuliah) sebisa mungkin walaupun keadaannya secapek apapun aku usahain untuk membantu lho, mana dibela-belain untuk bangun pagi-pagi untuk masakin satu keluarga" walaupun di dalam hatinya terpaksa. tapi setidaknya memberikan kesan baik untuk orang lain. kalo begitu ceritanya aku cuma bilang itu sudah sangat keterlaluan.
"lha rian sendiri tau kalo kelakuan istrinya seperti itu" ibuku mengajukan pertanyaan
"entahlah aku nggak tau, kemungkinan besar sih nggak tau. kan dihadapan anakku dia selalu manis" balasnya.
"kenapa tidak anda coba untuk menasehati aja atau diskusikan dengan anak anda supaya memberi tau istrinya buat berubah"
aku nggak akan menasehati atau memberi tahu mereka berdua. bukankah mereka berdua sudah besar sudah dewasa. harusnya mengerti mana yang benar lagi baik dan mana yang salah. mereka juga sudah punya anak-anak. aku juga sedikit kecewa sama rian karena tidak bisa mendidik istrinya dengan baik.
apa dia pernah berpikir untuk mengajak adik perempuannya bicara terlebih mengajaknya pergi untuk sekedar jalan-jalan, atau malah untuk sekedar memberikan jajan oleh-oleh ketika berkunjung. yang ada mereka berdua ngeloyor pergi. adapun jajan dibawa pulang, cuma untuk mereka makan sendiri. anakku dan istrinya sama saja. kurang peka. biarlah cuma aku, suami dan anak perempuanku serta kalian saja yang tau
dan aku baru saja berpikir ternyata yang selama ini " ibu mertua menyebalkan" adalah cerita yang mengemuka di masyarakat banyak, tidak berlaku untuk wanita setengah baya itu. cerita yang berlaku untuknya adalah " menantu yang menyebalkan". semoga keadaan cepat berubah.
kelegaanku juga karena telah lepas dari terjebak di situasi orang tua yang sedang mengeluhkan anaknya. dan sore itupun ditutup dengan gumaman "semoga kelak kalo menjadi seorang menantu aku tak seperti "perempuan berkerudung" yang diceritakan wanita itu. karena aku sayang ibuku, begitu juga berlaku untuk "ibu mertuaku". KARENA MEREKA ADALAH SEORANG IBU. ibu yang sangat lembut hatinya"
"aku tak mengira sebelumnya, awalnya dia baik. baik sekali malah. andai aku mengindahkan mimpi yang pernah terjadi waktu itu. waktu itu seorang laki-laki tua berjubah putih menatap tajam kemudian berkata " tak selamanya jeruk mandarin lebih menggiurkan daripada jeruk purut." tapi apa yang aku lakukan waktu itu. tak ada. bukankah itu pertanda? ah, bodohnya aku." Ujarnya melanjutkan
"kalian pasti tak percaya kan, berpikir kalau aku cuma mengada-ada? tapi kali ini percayalah." kemudian aku dan ibuku saling tatap. berusaha memahami situasinya.
siapa yang bakalan percaya kalo anak berkerudung itu tak seperti yang tampak dari luar. huh, terdengar helaan nafas panjang. aku sadar sesadar-sadarnya beginilah aku, gemuk dan hitam.
"tapi tunggu dulu" aku menyela. siapa yang anda maksud dengan anak berkerudung itu? aku juga berkerudung lho he...he...he..
"tapi tunggu dulu" aku menyela. siapa yang anda maksud dengan anak berkerudung itu? aku juga berkerudung lho he...he...he..
''tentu saja bukan kamu sayang" wanita itu sedikit merendahkan intonasi suaranya. siapa lagi kalo bukan 'ndoro ayu' itu." maksud anda mbak nari" aku coba menebak. yah, awalnya aku tak ambil pusing setiap rian dan dia menengok kami. aku anggap mereka adalah tamu. bukan tamu biasa tapi tamu spesial. karena kita keluarga.
" lalu apa yang salah" ibuku mulai penasaran. bukannya dia anak yang manis, sopan, dan kalem. PEMALU aku menambahi dengan tergesa-gesa.
"itu penilaianku dulu. coba dengarkan ceritaku sang satu ini dulu." lalu, wanita itu melanjutkan ceritanya tanpa kami putus lagi
"itu penilaianku dulu. coba dengarkan ceritaku sang satu ini dulu." lalu, wanita itu melanjutkan ceritanya tanpa kami putus lagi
bukannya aku ingin dihormati terlebih dihargai sebagai seorang ibu. tapi kita sebagai orang jawa bukannya ada tata krama, andap asor kepada orang yang lebih tua? kalau cuma sekali-dua kali aku sangat maklum. mungkin karena masih adaptasi di lingkungan baru. cuma proses.
entah ini karena aku terlalu sensitif. tapi kurasa tidak. bagaimana kalo kejadian yang sama berkali-kali terjadi? wanita itu mencoba melempar pertanyaan kepada kami. sesaat tak ada tanggapan. udara kosong. kemudian ia melanjutkan
dia mungkin membenciku, malu mempunyai ibu mertua seperti aku. habis manis sepah di buang. dulu aku ingat betul. sikapnya manis, tapi aku nggak tau kalo itu dimanis- maniskan. aku berusaha sabar. rasanya sekarang udah nggak tahan makanya sekarang aku cerita sama kalian. cuma sama kalian.
sejak dulu aku kerja keras, jadi sudah nggak kaget. bapaknya anak-anak cuma pegawai PNS yang gajinya nggak seberapa, makanya aku ikut membantu keuangan keluarga. aku memang nggak sempat merawat diri karena terlalu sibuk dengan bekerja. tapi, tandanya anak-anakku sekarang sudah mandiri kecuali yang kecil.
kalian tau, setiap kali dia di rumah, jujur aku selalu tertekan dan nggak bebas. tak pernah sedikitpun ia mengajakku bicara boro-boro cerita. untuk awal-awal aku yang selalu mengajaknya bicara tapi dia selalu menunjukkan rasa yang tidak nyaman. lama-kelamaan siapa sih yang nggak malas. normalnya bukankah anak muda yang menanyai orang tua untuk sekedar sopan santun.
kalian tahu, setiap kali aku membereskan rumah, entah itu memasak atau pekerjaan rumah tanggabelum tidak pernah sedikitpun membantu. mending kalo ada basa-basi untuk sekedar bilang " sini aku saja bu atau saya bantu". tidak pernah. berkali-kali setiap aku menyapu lantai dan posisinya ada dia. dia cuma diam saja. bekas piring makannya sendiripun tidak pernah dia cuci sendiri apalagi ditambah cucian orang lain.
pernah suatu ketika, aku sedang memasak tempe bacem. ku pikir aku sudah mematikan kompornya lalu aku pergi cuma buat mandi. kalian tau, dia tak ada empatinya sedikitpun untuk sekedar mematikan kompor padahal bau gosong sudah tercium sampai teras depan. sampai suamiku yang baru saja pulang tergopoh-gopoh ke dapur untuk mematikan api. padahal kalian tau, kamarnya tidak jauh dari dapur.
aku hanya bisa mengelus dada, begitupun pembantunya sama saja. ya, dia pulang pasti bawa pembantu. pembantunya kayaknya sudah di mindset untuk tidak membantuku. kerjaannya cuma di kamar, keluar cuma kalo mau ke kamar mandi sama makan.
beda kalo suaminya ada di sana, dia berlagak manis sama semua orang. tapi kalo tidak ada ya begitulah kelakuannya. kalo kita pergi bersama misalnya aku suruh anakku buat nganter belanja ke kota. tentu dia ikut, tapi pandangannya terhadapku selalu saja tidak mengenakkan. sekali lagi aku nggak minta dihargai dan aku sudah biasa mengerjakan pekerjaan berat. tapi yang aku pingin tau dimana letak hati nuraninya, dimana letak "tepo slironya". bukankah dia orang yang berpendidikan. bukankah itu keterlaluan.
kejadian keterlaluan lainnya, ini karena anakku minta beras untuk tambahan. orang tua mana sih yang tega pasti diusahain untuk memenuhi permintaannya. tapi, kalian tahu apa yang terjadi, sambil bicara dengan ibu kandungnya dan disitu ada aku. dia menendang-nendangi kantong beras pemberianku. kasus lain suatu hari anakku meminjam perabot untuk dipake karena sesuatu hal, begitu selesai dan dikembalikan cuma diletakkan di meja, apa sih susahnya bilang " bu ini barangnya, makasih", itupun kondisi barangnya menyedihkan tanpa dicuci bersih terlebih dulu malah sudah rusak.
bukankah menikah itu, bukan hanya menikahkan dua orang saja. melainkan menyatukan dua keluarga besar. maunya sama anaknya saja, orang tuanya nggak mau menerima. mana boleh begitu. sekarang saya tanya. yang menjadikan suaminya sekarang menjadi "orang" itu siapa? bukankah karena orang tuanya, bukankah karena jerih payah dan didikan seorang ibu mertua. bukankah aku mempunyai andil besar dalam hal ini, dalam hal keberhasilan mencetak anak yang sukses, dan kerelaan untuk memberi restu.
sejak dulu aku kerja keras, jadi sudah nggak kaget. bapaknya anak-anak cuma pegawai PNS yang gajinya nggak seberapa, makanya aku ikut membantu keuangan keluarga. aku memang nggak sempat merawat diri karena terlalu sibuk dengan bekerja. tapi, tandanya anak-anakku sekarang sudah mandiri kecuali yang kecil.
kalian tau, setiap kali dia di rumah, jujur aku selalu tertekan dan nggak bebas. tak pernah sedikitpun ia mengajakku bicara boro-boro cerita. untuk awal-awal aku yang selalu mengajaknya bicara tapi dia selalu menunjukkan rasa yang tidak nyaman. lama-kelamaan siapa sih yang nggak malas. normalnya bukankah anak muda yang menanyai orang tua untuk sekedar sopan santun.
kalian tahu, setiap kali aku membereskan rumah, entah itu memasak atau pekerjaan rumah tangga
pernah suatu ketika, aku sedang memasak tempe bacem. ku pikir aku sudah mematikan kompornya lalu aku pergi cuma buat mandi. kalian tau, dia tak ada empatinya sedikitpun untuk sekedar mematikan kompor padahal bau gosong sudah tercium sampai teras depan. sampai suamiku yang baru saja pulang tergopoh-gopoh ke dapur untuk mematikan api. padahal kalian tau, kamarnya tidak jauh dari dapur.
aku hanya bisa mengelus dada, begitupun pembantunya sama saja. ya, dia pulang pasti bawa pembantu. pembantunya kayaknya sudah di mindset untuk tidak membantuku. kerjaannya cuma di kamar, keluar cuma kalo mau ke kamar mandi sama makan.
beda kalo suaminya ada di sana, dia berlagak manis sama semua orang. tapi kalo tidak ada ya begitulah kelakuannya. kalo kita pergi bersama misalnya aku suruh anakku buat nganter belanja ke kota. tentu dia ikut, tapi pandangannya terhadapku selalu saja tidak mengenakkan. sekali lagi aku nggak minta dihargai dan aku sudah biasa mengerjakan pekerjaan berat. tapi yang aku pingin tau dimana letak hati nuraninya, dimana letak "tepo slironya". bukankah dia orang yang berpendidikan. bukankah itu keterlaluan.
kejadian keterlaluan lainnya, ini karena anakku minta beras untuk tambahan. orang tua mana sih yang tega pasti diusahain untuk memenuhi permintaannya. tapi, kalian tahu apa yang terjadi, sambil bicara dengan ibu kandungnya dan disitu ada aku. dia menendang-nendangi kantong beras pemberianku. kasus lain suatu hari anakku meminjam perabot untuk dipake karena sesuatu hal, begitu selesai dan dikembalikan cuma diletakkan di meja, apa sih susahnya bilang " bu ini barangnya, makasih", itupun kondisi barangnya menyedihkan tanpa dicuci bersih terlebih dulu malah sudah rusak.
bukankah menikah itu, bukan hanya menikahkan dua orang saja. melainkan menyatukan dua keluarga besar. maunya sama anaknya saja, orang tuanya nggak mau menerima. mana boleh begitu. sekarang saya tanya. yang menjadikan suaminya sekarang menjadi "orang" itu siapa? bukankah karena orang tuanya, bukankah karena jerih payah dan didikan seorang ibu mertua. bukankah aku mempunyai andil besar dalam hal ini, dalam hal keberhasilan mencetak anak yang sukses, dan kerelaan untuk memberi restu.
kemudian aku mengambil sikap " ah masa' seperti itu, bukannya orangnya baik. yang aku tahu memang pandangannya terhadap orang lain sedikit meremehkan. tapi, cuma sekedar itu. aku nggak tahu kalo sebenarnya dia orang yang seperti itu. gini ya ibaratnya semalas-malasnya aku bertamu atau ikut orang lain (karena aku pernah ikut tanteku waktu kuliah) sebisa mungkin walaupun keadaannya secapek apapun aku usahain untuk membantu lho, mana dibela-belain untuk bangun pagi-pagi untuk masakin satu keluarga" walaupun di dalam hatinya terpaksa. tapi setidaknya memberikan kesan baik untuk orang lain. kalo begitu ceritanya aku cuma bilang itu sudah sangat keterlaluan.
"lha rian sendiri tau kalo kelakuan istrinya seperti itu" ibuku mengajukan pertanyaan
"entahlah aku nggak tau, kemungkinan besar sih nggak tau. kan dihadapan anakku dia selalu manis" balasnya.
"kenapa tidak anda coba untuk menasehati aja atau diskusikan dengan anak anda supaya memberi tau istrinya buat berubah"
aku nggak akan menasehati atau memberi tahu mereka berdua. bukankah mereka berdua sudah besar sudah dewasa. harusnya mengerti mana yang benar lagi baik dan mana yang salah. mereka juga sudah punya anak-anak. aku juga sedikit kecewa sama rian karena tidak bisa mendidik istrinya dengan baik.
apa dia pernah berpikir untuk mengajak adik perempuannya bicara terlebih mengajaknya pergi untuk sekedar jalan-jalan, atau malah untuk sekedar memberikan jajan oleh-oleh ketika berkunjung. yang ada mereka berdua ngeloyor pergi. adapun jajan dibawa pulang, cuma untuk mereka makan sendiri. anakku dan istrinya sama saja. kurang peka. biarlah cuma aku, suami dan anak perempuanku serta kalian saja yang tau
tak selamanya jeruk mandarin, lebih manis dari jeruk purut
....
tak terasa hari semakin sore, dan sesi curhatan wanita setengah baya itupun telah usai. membawa gelombang kelegaan yang tergambar pada seraut wajah nelangsa. sedikit beban hidup telah yang terangkat. senja itu mulai merekah dengan warna jingga menyapa dengan ramah dibelakang dua pohon kelapa di belakang rumah.dan aku baru saja berpikir ternyata yang selama ini " ibu mertua menyebalkan" adalah cerita yang mengemuka di masyarakat banyak, tidak berlaku untuk wanita setengah baya itu. cerita yang berlaku untuknya adalah " menantu yang menyebalkan". semoga keadaan cepat berubah.
kelegaanku juga karena telah lepas dari terjebak di situasi orang tua yang sedang mengeluhkan anaknya. dan sore itupun ditutup dengan gumaman "semoga kelak kalo menjadi seorang menantu aku tak seperti "perempuan berkerudung" yang diceritakan wanita itu. karena aku sayang ibuku, begitu juga berlaku untuk "ibu mertuaku". KARENA MEREKA ADALAH SEORANG IBU. ibu yang sangat lembut hatinya"
~SEKIAN~
ijin baca gi..... panjang tapi seru...
BalasHapusiya silahkan.....
Hapuspadahal membosankan lho *sambil terharu
dek, mas mancen entuke jeruk purut. jeruk mandarin wes digondol wong. tapi sak nduwe2ne nek disukuri yo mesti tetep keroso nikmat.
BalasHapussptnya ad yang curcol. jeruk purut yo gpp sng pntg ojo ky kejadian di atas #tsaahh
Hapushahaha, beres. lha biasane yo dinyek-nyeki de'e kok
HapusAduuuh nasihat orang tua emang jangan dianggap remeh.. *ini serius, pengalaman peribadi..
BalasHapuslucu pas kalimat jeruk itu hehe..
aq setuju banget, biar gimanapun orang tua lbh berpengalaman
Hapus