niatnya saya buat repost cuma ingin berbagi pengalaman saja. bagaimana rasanya (seorang anggi) boleh dikatakan belum terlalu siap untuk terjun ke masyarakat padahal waktu sudah mengharuskan ia untuk segera hengkang dan menjadi alumni sebuah universitas.
hal tak jauh berbeda juga pernah dirasakan oleh anggi pada saat ia akan memulai kehidupan baru sebagai seorang mahasiswa untuk lebih jelasnya bisa dilihat di sini kawan
.....
PROLOG
saya berusia 22 tahun, dan menurutku ini adalah
satu masa tersulit dalam hidup siapapun. Kita tidak bisa lagi dianggap anak
kecil, tetapi belum juga menjadi dewasa karena tidak siap menerima peran
sebagai orang dewasa. Kadang kita ingin menjadi dewasa, tapi kadang kita ingin
kembali berumur dua tahun.
Pada suatu saat, antara usia tujuh belas dan dua
puluh dua, hidup tampaknya lebih sulit. Rasanya seperti separo berada dalam dunia boneka dan separo lagi dalam
dunia make-up. Bagi para remaja
perempuan, setiap hal kecil yang kita ucapkan tampaknya membuat mereka menangis
terutama komentar tentang pakaian, cowok, dan berat badan.
Remaja putra yang saya kenal mencoba
menyembunyikan perasaan mereka, tetapi tampaknya mereka mempunyai masalah yang
kebanyakan sama. Saya 22 tahun dan saya hampir mempunyai masalah itu. Kalau saya
mencoba bersikap dewasa, orang mengatakan saya terlalu muda. Kalau saya
melakukan kesalahan, orang menyuruhku bersikap dewasa. Saya tidak mengerti. Kurasa
kita selamanya akan menjadi terlalu muda untuk beberapa hal, dan terlalu tua
untuk hal-hal yang lain. Begitulah
dunia. Santai saja, kita hanya sedang menjalani tahun-tahun PRA- DEWASA.
.................
Dulu saya kira fungsi terpenting pendidikan pada
tingkat manapun adalah mengembangkan kepribadian manusia dan makna kehidupan
bagi diri sendiri dan untuk orang lain. Sekarang pengertian itu agak meleset
rupanya, ternyata wajah pendidikan atau lebih tepatnya institusi dan sistem
pendidikan kita bopeng sebelah. Namun sudahlah lupakan. Saya tak mau
mendebatkan itu disini. Saya hanya ingin mengatakan : Tak lama lagi kami akan
meninggalkan orang-orang yang menganggap diri mereka memiliki semua jawabannya:
dosen, dan pembimbing sebuah karya tulis yang disebut skripsi (tapi saya
memiliki panggilan kesayangan :scripshit) Nasehat saya : turuti saja apa yang
mereka mau. Dan memasuki apa yang kita suka sebut dunia nyata. Setelah susah
payah dan terbata-bata lagi-lagi untuk berhenti sejenak selama empat tahun yang
singkat. Pada waktunya kita akan bertemu dengan orang-orang lain yang
menganggap diri mereka memiliki semua jawabannya ( bisa jadi atasan, calon
istri/ suami, mertua). Nasehat saya : turuti saja apa yang mereka mau.
Ketika itu, saya dan teman-teman lain diberitahukan
atau lebih tepatnya dinyatakan lulus. Jantung rasanya berdebar antara cemas dan bangga, betapa tidak. Diibaratkan
kami ini seorang pengembara di tiga persimpangan jalan. Jika kami memilih jalan
kanan, kami akan dimakan serigala, jika kami mengambil jalan kiri kami akan
memakan serigala, dan jika kami mengambil jalan tengah, kami akan memakan diri
kita sendiri. Bimbang memikirkan tempat diluar sana.
Intinya adalah kami tak terlalu menginginkan
berada diluar sana, setelah hari-hari wisuda berakhir. Kami yang berada di
dalam melihat wisuda sebagai peristiwa yang mengerikan dan mencengangkan
pertautan antara cemas dan kelegaan yang telah usai dalam empat tahun yang singkat
untuk berhenti dalam mencari hakekat kehidupan dan dituntut untuk mengabdi pada
masyarakat. Ini adalah hal yang mengerikan, kami harus bertanggung jawab pada
apa yang telah kita perbuat. Tak ada penghapus untuk perbuatan yang salah.
Yang mengganggu peristiwa ketika suatu gedung
besar yang menerbangkan puluhan ribu wisudawan adalah bahwa kami semua keluar
di waktu yang sama di bulan April atau Oktober berduyun- duyun, dengan toga
wisuda gelap, menggelapkan bumi. Mengapa kami tidak dikeluarkan satu per satu,
Supaya masyarakat dapat menyerap kita tanpa tercekik? Parahnya pada saat kami
keluar, kami belum mengetahui secara pasti seberapa penting mengetahui
keinginan dan tujuan kami?. Kajian tentang para wisudawan lulusan Harvard
mengungkapkan bahwa 80% dari mereka tak memiliki sasaran tertentu, 15% hanya
pernah memikirkannya, dan 5 % memiliki sasaran tertulis (impian dengan tenggat
waktu. Heemmm seperti yang telah saya lakukan dan ditempel dengan tulisan
besar-besar, memenuhi tembok kamar tapi sayangnya sampai sekarang masih menjadi
angan-angan belaka).
Waktu terus bergulir, bergulir, dan terus
bergulir, ke masa depan. Sebagian mahasiswa telah melewati masa lalu mereka di
universitas, mengingat berbagai fakta, seperti siapa presiden Indonesia yang ke
lima?, dan berapa prosentase nitrogen di
atmosfer?. Dan kami sering bertanya sendiri : ” Apa gunanya fakta-fakta ini di
dunia nyata nanti?” dan kami akan mendapatkan bahwa hal-hal yang kami pelajari
seperti di atas sangat penting untuk kesuksesan kami, hanya kalau kita ikut
kuis ”Kursi Panas Mendadak Kaya” (ha...ha....sungguh ironi). Di dunia nyata
jarang ada kejadian, bos kita mendatangi kita lalu bertanya ” Sebutkan prosentase
nitrogen di atmosfer sekarang juga! Kalau tidak, kita akan kehilangan kontrak”.
Dan kesimpulannya untuk saat ini adalah bahwa kami ” PENGANGGURAN BERPENDIDIKAN” yang masih berusaha mencari pekerjaan yang tepat tetapi tidak berusaha membuka lapangan pekerjaan baru minimal untuk diri kita sendiri. Semoga ini tidak berlangsung lama.
Komen pertama gue kk udah tua ya? *abaikan
BalasHapuskarena ini kunjungan perdana, komen gue rada panjang ya :P. Nama blognya keren ngingetin gw ke slogan panji soal nasinal.is.me ;)
Sekarang komen soal posting,
gue pernah juga ngalamin dianggap terlalu dewasa ("nikmatin aja hidup lo" - kira2 gitu ucapan mereka)/ terlalu kekanak-kanakan (dewasa dikit dong). Maju kena, mundur kena - apes abis. Tapi gw selalu jawab dengar, "eh gw menikmati banget kok, kalau lo mencoba menikmati hidup gw ya emang susah - setiap dari kita punya cara beda buat menikmati hidup, yang lo anggep enak, belum tentu buat gw - terima kasih sarannya :)"
Soal visi masa depan, gw punya banyak. Tapi setelah dicoba kadang ada beberapa yang nggak cocok itu proses mencari, apa gunanya gw belajar soal matematika, dan ngurus si budi lagi ngapain di bangku sd - jawabannya adalah belajar berpikir ter-struktur. Lalu apa gunanya sekolah? (buat gw) jawabanya adalah mendapat "dasar" ilmu (dikembangin monggo, dilewatin silahkan) dan kedua teman / network - 2 hal yang akan membawa pengaruh besar buat visi gw ke depan :D CMIIW
@fahryB - http://notinformation.com
Viva La Independent Blogger!
Besok Post Lagi Ya :D
kepada Yth. fahry #eh
Hapusjadi bgg nih mo bales apaan,
pertama getting older all the time felling younger in my mind *anggep aj gitu----> tp gw g kekanak-kanakan (tergantung sikon :P) he....he...he....
kedua : ini postingan gue wktu labil kira2 1 thn kemaren#alibi
ya begitulah hidup, temen gw bilang mari kita MENGKRAYONI hidup kita dengan warna yg kita suka. yg gue tau warna ada dua macem terang,gelap dan campuran keduanya. jadi pilihan ada di tangan kita. kita nggak bisa selamanya mewarnai semua bagian dengan warna terang terus, ntar jadinya g balance #apadeh
di postingan itu terkesan pait banget ya?? ah tp itu dulu sekarang nggak :P
btw, thx sarannya. eh itu diatas saran bukan ya *purapurabodoh
ini sudut pandangku, bagaimana sudut pandangmu???
baca postingan kakak ikut miris aja...
BalasHapusmemang pendidikan sekarang gak menjamin orang terhindar dari pengangguran,. Tapi tetep semangat aja sebagai orng berpendidikan. gk boleh nyerah sama keadaan
yup betul banget kiky....
BalasHapushwaigting *dengan logat korea medok :)