Jika angin menyela bersanding
Ucapkan selamat datang,
Jangan biarkan ia mendingin.
Jika kau menginginkan lukisan,
Jangan kau lukis gurat garis penderitaan panjang di kening!
Angin akan mengejanya begitu nyaring
Jika kau tak inginkan derita
Sandangkan sampur kebebasan
Dengan merasakan buah musim kehidupan
Jika kau begitu letih untuk marah
Tunggulah matahari menuju peraduannya
Akhirilah pembakaran di tungku-tungku peradaban
Jika kau merasa cukup sepi
Dengarkan nyanyian perpisahan alam
Kepada cahaya
Jangan lupa menatap langit
Karena orkestranya akan dimulai lewat sana
Jika tak cukup dengan semuanya
Pasrahkan kekuasaan tangan takdir
"saya selalu iri, kenapa hanya saya yang diberi waktu cuma sebentar. Ah, ini tidak adil. Sungguh tidak adil. " nona Senja menggerutu sembari menyandarkan tubuhnya dekat dengan awan. Mengintip malu-malu, berusaha membidas dari terkaman tuan malam.
nona Senja memang selalu berkelit, kadang melewati batas lintang dan bujur. "Senja memang aneh, apakah selamanya dia akan selalu melarikan diri, itu sungguh tidak dewasa" kata-kata itu bergema pelan dari mahluk-mahluk di sekitarnya. Bahkan, setitik Uap yang hanya sebuah partikel ikut dalam arisan alam.
seakan ada penyumbat kuping raksasa yang melingkupi nona Senja dengan warna (bukan orange - oranye - ataupun jingga) tapi senja. nona Senja melangkah gontai - lurus - terseok seok. Tapi, percakapan sarkastik itu tidak ia hiraukan. bukan itu yang membuatnya bimbang. Banyak pikiran.
"Andai saya bisa membatalkan apa yang sudah ditakdirkan. kalo hidup itu sebuah perjuangan, berarti hidupku sebuah peperangan. Jika diibaratkan hidup itu piknik, maka hidupku adalah taman bermain."
dirinya menyadari penampilannya keren, banyak orang terkesiap jika ia menampakkan sosoknya yang teduh dan hangat. itu tidak cukup. Ia ingin diberi waktu lebih. Ia sudah berkali-kali memohon kepada yang membuatnya sampai mati rasa.
alunan Aria from Godlberg Variations dari maksim mengiringi langkah perjalanan pulangnya. kesendirian-kesunyian-kesepian menjadi rekan abadinya. berjalan sendiri, kadang melayang menggoda pak tua awan, melompati genangan air. bahkan membiarkan warna senjanya memudar diatas langit berkabut. Nona Senja benar-benar pasrah, nona Senja tidak peduli. bahkan rasa sakitnya telah mati rasa. hanya menyisakan tawa kosong memenuhi udara pengap.
Nona Senja tak berdaya. kedikdayaan tuan Malam terlalu keras untuk ditembus. Badannya remuk redam, terlalu susah untuk disusun kembali. Dejavu akan sakit-perih terekam jelas di ingatan fotografisnya. kembali begitu saja. tak bisa dihapus walau nona Senja sudah mengalami Punabbhava (kelahiran kembali). meski setahun....dua tahun, bahkan seratus tahun beranjak pergi.
"sekali lagi, biarkan saya lebih lama, ini terlalu sempit, jadi biarkanlah saya, bebas tidak terdesak malam sampai bisa melihat terang"
: sore selalu datang, dengan tergesa-gesa
sesuai perawakannya,sempit terdesak malam
(senja ini begitu indah) ^^
Puisinya bagus...
BalasHapusMeski senja hanya cepat berlalu tap keseokan harinya akan datang kembali...
wah, jadi terharu dibilang puisinya bagus *terbang dengan paus akrobatis
Hapusmakasih kiki...
Rima puisinya gw suka =)
BalasHapusYa seperti itulah gambaran senja jika ia bisa berkata.. suka uraiannya...
senja hanya untuk tempat bermain, tanpa peduli senja itu juga akan berakhir hilang di telan malam.. kasian senja...
ya begitulah,cuma berusaha memposisikan dan membayangkan sesosok senja. namun, disitu yang membuat senja semakin menarik
Hapuslebih sejuk jika membayangi sebuah embun pagi, atau saat fajar menyongsong #request hehe..
Hapusanu...anu...itu...itu*halah
Hapusitu maksud dibalik tanda pagar aku diminta buat nih zay? aih...keknya km yang lbh jago deh soal begituan, gmn klo km aj yg coba buat hue...he...he... *pengalihan isu
Like This!!!!
BalasHapusmakasih ahmad
HapusNice :)
BalasHapusSenja itu walaupun "tergesa-gesa" tapi selalu mempesona dengan waktunya yang singkat.. :)
BalasHapusdan pagi lagi komentar
BalasHapus